PENDAHULUAN
Mahabharata
merupakan salah epos besar India yang telah termasyur di seluruh dunia.
Mahabharata merupakan kisah agung yang terdiri dari delapan belas parva. Mahabharata berasal dari kata maha yang
berarti ‘besar’ dan kata bharata yang berarti ‘bangsa Bharata’. Pujangga Panini
menyebut Mahabharata sebagai “Kisah Pertempuran Besar Bangsa Bharata”.
Dalam anggapan tradisional, Bhagawan Wyasa sebagai pengarang-penyair epos
Mahabharata, dikatakan juga menyusun kitab-kitab suci Weda, Wedanta, dan
Purana, kira-kira pada 300 tahun sebelum Masehi sampai abad keempat Masehi.
Dengan jarak waktu seperti itu, maka sulit dipercaya bahwa Bhagawan Wyasa
adalah pengarang-penyair Mahabharata dan juga penyusun-pencipta kitab-kitab
suci. Dalam kitab-kitab suci Purana dikenal adanya wyasa yang berjumlah 28
orang. Kata wyasa artinya ‘penyusun’ atau ‘pengatur’. Dalam hubungan arti ini
maka mungkin penyusun-pencipta atau pengarang-penyair pada jaman dahulu disebut
Bhagawan Wyasa. Terlebih jika hasil ciptaannya merupakan monumen atau mahakarya
dari jamannya, maka wajarlah para pengarang-pencipta itu mendapat pujian dan
dihormati jika tidak boleh dikatakan “didewa-dewakan”. Lagi pula, tidak jarang
dijumpai, suatu ciptaan atau karya besar dari jaman dahulu itu tanpa nama atau
tidak diketahui pengarang-penciptanya. Situasi semacam ini kiranya menambah
kuat kesimpulan yang menyatakan bahwa karya-karya itu adalah ciptaan seorang
wyasa, atau dengan sebutan penghormatan: Bhagawan Wyasa.
Interpretasi ini dikuatkan oleh pendapat seorang sarjana kebudayaan kuna
yang mengatakan, “Mahabharata bukan hanya suatu buku, melainkan karya
kesusastraan yang luas cakupannya dan disusun dalam jangka waktu yang sangat
lama.”1 Pendapat M. Winternitz itu didasarkan pada kisah-kisah dalam epos
Mahabharata yang melukiskan kejadian, peristiwa, masalah dan berbagai
keterangan tentang keadaan masyarakat dan pemerintahan yang terdapat dalam
kitabkitab suci Weda, Wedanta, dan Purana.
Meskipun demikian, para ahli kebudayaan kuna dari Barat maupun Timur,
baik yang bersepakat dengan pendapat tradisional maupun pendapat modern, semua
setuju bahwa pengarang-penyair atau penyusun epos Mahabharata adalah Wyasa,
atau secara lengkap disebut Krishna Dwaipayana Wyasa.
Wyasa adalah anak Resi Parasara dengan Satyawati, buah dari hubungan
yang tidak sah. Wyasa dibesarkan di dalam lingkungan keagamaan dan kesusastraan
dengan bimbingan ayahnya. Satyawati, gadis nelayan yang ayu
itu, diceritakan menjadi gadis perawan lagi berkat restu suci Resi
Parasara, suaminya. Raja Santanu bertemu dengan Satyawati di tepi hutan.
Sang Raja jatuh cinta kepadanya dan mengangkat Satyawati menjadi
permaisurinya. Santanu adalah kakek Dritarastra dan Pandu, dan moyang Kaurawa
dan Pandawa. Sebagai putra Satyawati, boleh dikatakan Wyasa adalah kakek tiri dan
berkerabat dekat dengan Kaurawa dan Pandawa yang menjadi pelaku utama dalam
perang dahsyat di padang Kurukshetra.
Jika kita cermati garis keturunan Wyasa, kita akan tahu bahwa wajar jika
Wyasa dapat melukiskan peristiwa dalam Mahabharata dengan sangat jelas dan
mengharukan. Teristimewa pula, Wyasa dapat dikatakan selalu “terlibat” dalam
peperangan besar itu, setidak-tidaknya dari segi moral dan spiritual.
Di bawah ini disajikan ringkasan dari
delapan belas buku (parwa) epos Mahabharata:
1. Adiparwa
(Buku Pengantar): memuat asal-usul dan sejarah keturunan keluarga Kaurawa dan
Pandawa; kelahiran, watak, dan sifat Dritarastra dan Pandu, juga anak-anak
mereka; timbulnya permusuhan dan pertentangan di antara dua saudara sepupu,
yaitu Kaurawa dan Pandawa; dan berhasilnya Pandawa memenangkan Dewi Draupadi,
putri kerajaan Panchala, dalam suatu sayembara.
2. Sabhaparwa
(Buku Persidangan): melukiskan persidangan antara kedua putra mahkota Kaurawa
dan Pandawa; kalahnya Yudhistira dalam permainan dadu, dan pembuangan Pandawa
ke hutan.
3. Wanaparwa
(Buku Pengembaraan di Hutan): menceritakan kehidupan Pandawa dalam pengembaraan
di hutan Kamyaka. Buku ini buku terpanjang; antara lain memuat episode kisah
Nala dan Damayanti dan pokokpokok cerita Ramayana.
4. Wirataparwa
(Buku Pandawa di Negeri Wirata): mengisahkan kehidupan Pandawa dalam penyamaran
selama setahun di Negeri Wirata, yaitu pada tahun ketiga belas masa pembuangan
mereka.
5. Udyogaparwa
(Buku Usaha dan Persiapan): memuat usaha dan persiapan Kaurawa dan Pandawa
untuk menghadapi perang besar di padang Kurukshetra.
6. Bhismaparwa
(Buku Mahasenapati Bhisma): menggambarkan bagaimana balatentara Kaurawa di
bawah pimpinan Mahasenapati Bhisma bertempur melawan musuh-musuh mereka.
7. Dronaparwa
(Buku Mahasenapati Drona): menceritakan berbagai pertempuran, strategi dan
taktik yang digunakan oleh balatentara Kaurawa di bawah pimpinan Mahasenapati
Drona untuk melawan balatentara Pandawa.
8. Karnaparwa
(Buku Mahasenapati Karna): menceritakan peperangan di medan Kurukshetra ketika
Karna menjadi mahasenapati balatentara Kaurawa sampai gugurnya Karna di tangan
Arjuna.
9. Salyaparwa
(Buku Mahasenapati Salya): menceritakan bagaimana Salya sebagai mahasenapati
balatentara Kaurawa yang terakhir memimpin pertempuran dan bagaimana Duryodhana
terluka berat diserang musuhnya dan kemudian gugur.
10. Sauptikaparwa
(Buku Penyerbuan di Waktu Malam): menggambarkan penyerbuan dan pembakaran
perkemahan Pandawa di malam hari oleh tiga kesatria Kaurawa.
11. Striparwa
(Buku Janda): menceritakan tentang banyaknya janda dari kedua belah pihak yang
bersama dengan Dewi Gandhari, permaisuri Raja Dritarastra, berdukacita karena
kematian suami-suami mereka di medan perang.
12. Shantiparwa
(Buku Kedamaian Jiwa): berisi ajaranajaran Bhisma kepada Yudhistira mengenai
moral dan tugas kewajiban seorang raja dengan maksud untuk memberi ketenangan
jiwa kepada kesatria itu dalam menghadapi kemusnahan bangsanya.
13. Anusasanaparwa
(Buku Ajaran): berisi lanjutan ajaran dan nasihat Bhisma kepada Yudhistira dan
berpulangnya Bhisma ke surgaloka.
14. Aswamedhikaparwa
(Buku Aswamedha): menggambarkan jalannya upacara Aswamedha dan bagaimana
Yudhistira dianugerahi gelar Maharaja Diraja.
15. Asramaparwa
(Buku Pertapaan): menampilkan kisah semadi Raja Dritarastra, Dewi Gandhari dan
Dewi Kunti di hutan dan kebakaran hutan yang memusnahkan ketiga orang itu.
16. Mausalaparwa
(Buku Senjata Gada): menggambarkan kembalinya Balarama dan Krishna ke alam
baka, tenggelamnya Negeri Dwaraka ke dasar samudera, dan musnahnya bangsa
Yadawa karena mereka saling membunuh dengan senjata gada ajaib.
17. Mahaprashthanikaparwa
(Buku Perjalanan Suci): menceritakan bagaimana Yudhistira meninggalkan takhta
kerajaan dan menyerahkan singgasananya kepada Parikeshit, cucu Arjuna, dan
bagaimana Pandawa melakukan perjalanan suci ke puncak Himalaya untuk menghadap
Batara Indra.
18. Swargarohanaparwa
(Buku Naik ke Surga): menceritakan bagaimana Yudhistira, Bhima, Arjuna, Nakula,
Sahadewa dan Draupadi sampai di pintu gerbang surga, dan bagaimana ujian serta
cobaan terakhir harus dihadapi Yudhistira sebelum ia memasuki surga.
Dilihat dari segi kesusastraan, epos Mahabharata memiliki sifat-sifat
dramatis. Tokoh-tokohnya seolah-olah nyata karena perwatakan mereka digambarkan
dengan sangat hidup, konflik antara aksi dan reaksi yang berkelanjutan akhirnya
selalu mencapai penyelesaian dalam bentuk kebajikan yang harmonis. Nafsu
melawan nafsu merupakan kritik terhadap hidup, kebiasaan, tatacara dan citacita
yang berubah-ubah. Dasar-dasar moral, kewajiban dan kebenaran disampaikan
secara tegas dan jelas dalam buku ini. Menurut Mahatma Gandhi, konflik abadi
yang ada dalam jiwa kita diuraikan dan dicontohkan dengan sangat jelas dan
membuat kita berpikir bahwa semua tindakan yang dilukiskan di dalam Mahabharata
seolaholah benar-benar dilakukan oleh manusia.
Pentingnya epos Mahabharata dapat kita ketahui dari peranan yang telah
dimainkannya dalam kehidupan manusia. Lima belas abad lamanya Mahabharata
memainkan peranannya dan dalam bentuknya yang sekarang epos ini menyediakan
kata-kata mutiara untuk persembahyangan dan meditasi; untuk drama dan hiburan;
untuk sumber inspirasi penciptaan lukisan dan nyanyian, menyediakan imajinasi
puitis untuk petuah-petuah dan impian-impian, dan menyajikan suatu pola
kehidupan bagi manusia yang mendiami negeri-negeri yang terbentang dari Lembah
Kashmir sampai Pulau Bali di negeri tropis.
Dalam kepercayaan Hindu, epos Mahabharata juga dikenal sebagai Weda yang
kelima (pertama = Regweda, kedua = Samaweda, ketiga = Yayurweda, dan keempat =
Atharwaweda), terutama karena memuat Bhagavadgita yang dipandang sebagai kitab
suci oleh penganut agama Hindu. Ajaran-ajaran Bhisma kepada Pandawa yang
termuat dalam Santiparwa dan Anusasanaparwa juga dianggap kitab suci.
Epos Mahabharata telah meletakkan doktrin dharma yang menyatakan bahwa
kebenaran bukan hanya milik satu golongan dan bahwa ada banyak jalan serta cara
untuk melihat atau mencapai kebenaran karena adanya toleransi. Epos Mahabharata
mengajarkan bahwa kesejahteraan sosial harus ditujukan bagi seluruh dunia dan
setiap orang harus berjuang untuk mewujudkannya tanpa mendahulukan kepentingan
pribadi. Itulah dharma yang diungkapkan epos Mahabharata sebagai sumber
kekayaan rohani atau dharmasastra.
Nah, Setelah membaca sedikit pendahuluandari kisah mahabharata , maka disini saya akan membagikan sebuah Ebook tentang kisah mahabharata. berikut linknya ada dibawah.
KLIK DISINI UNTUK MENDOWNLOAD