Kamis, 26 Januari 2017

Ebook Mahabharata - by Nyoman S Pandit

PENDAHULUAN

Mahabharata merupakan salah epos besar India yang telah termasyur di seluruh dunia. Mahabharata merupakan kisah agung yang terdiri dari delapan belas parva. Mahabharata berasal dari kata maha yang berarti ‘besar’ dan kata bharata yang berarti ‘bangsa Bharata’. Pujangga Panini menyebut Mahabharata sebagai “Kisah Pertempuran Besar Bangsa Bharata”.
Dalam anggapan tradisional, Bhagawan Wyasa sebagai pengarang-penyair epos Mahabharata, dikatakan juga menyusun kitab-kitab suci Weda, Wedanta, dan Purana, kira-kira pada 300 tahun sebelum Masehi sampai abad keempat Masehi. Dengan jarak waktu seperti itu, maka sulit dipercaya bahwa Bhagawan Wyasa adalah pengarang-penyair Mahabharata dan juga penyusun-pencipta kitab-kitab suci. Dalam kitab-kitab suci Purana dikenal adanya wyasa yang berjumlah 28 orang. Kata wyasa artinya ‘penyusun’ atau ‘pengatur’. Dalam hubungan arti ini maka mungkin penyusun-pencipta atau pengarang-penyair pada jaman dahulu disebut Bhagawan Wyasa. Terlebih jika hasil ciptaannya merupakan monumen atau mahakarya dari jamannya, maka wajarlah para pengarang-pencipta itu mendapat pujian dan dihormati jika tidak boleh dikatakan “didewa-dewakan”. Lagi pula, tidak jarang dijumpai, suatu ciptaan atau karya besar dari jaman dahulu itu tanpa nama atau tidak diketahui pengarang-penciptanya. Situasi semacam ini kiranya menambah kuat kesimpulan yang menyatakan bahwa karya-karya itu adalah ciptaan seorang wyasa, atau dengan sebutan penghormatan: Bhagawan Wyasa.
Interpretasi ini dikuatkan oleh pendapat seorang sarjana kebudayaan kuna yang mengatakan, “Mahabharata bukan hanya suatu buku, melainkan karya kesusastraan yang luas cakupannya dan disusun dalam jangka waktu yang sangat lama.”1 Pendapat M. Winternitz itu didasarkan pada kisah-kisah dalam epos Mahabharata yang melukiskan kejadian, peristiwa, masalah dan berbagai keterangan tentang keadaan masyarakat dan pemerintahan yang terdapat dalam kitabkitab suci Weda, Wedanta, dan Purana.
Meskipun demikian, para ahli kebudayaan kuna dari Barat maupun Timur, baik yang bersepakat dengan pendapat tradisional maupun pendapat modern, semua setuju bahwa pengarang-penyair atau penyusun epos Mahabharata adalah Wyasa, atau secara lengkap disebut Krishna Dwaipayana Wyasa.
Wyasa adalah anak Resi Parasara dengan Satyawati, buah dari hubungan yang tidak sah. Wyasa dibesarkan di dalam lingkungan keagamaan dan kesusastraan dengan bimbingan ayahnya. Satyawati, gadis nelayan yang ayu itu, diceritakan menjadi gadis perawan lagi berkat restu suci Resi Parasara, suaminya. Raja Santanu bertemu dengan Satyawati di tepi hutan.
Sang Raja jatuh cinta kepadanya dan mengangkat Satyawati menjadi permaisurinya. Santanu adalah kakek Dritarastra dan Pandu, dan moyang Kaurawa dan Pandawa. Sebagai putra Satyawati, boleh dikatakan Wyasa adalah kakek tiri dan berkerabat dekat dengan Kaurawa dan Pandawa yang menjadi pelaku utama dalam perang dahsyat di padang Kurukshetra.
Jika kita cermati garis keturunan Wyasa, kita akan tahu bahwa wajar jika Wyasa dapat melukiskan peristiwa dalam Mahabharata dengan sangat jelas dan mengharukan. Teristimewa pula, Wyasa dapat dikatakan selalu “terlibat” dalam peperangan besar itu, setidak-tidaknya dari segi moral dan spiritual.
 Di bawah ini disajikan ringkasan dari delapan belas buku (parwa) epos Mahabharata:
1.      Adiparwa (Buku Pengantar): memuat asal-usul dan sejarah keturunan keluarga Kaurawa dan Pandawa; kelahiran, watak, dan sifat Dritarastra dan Pandu, juga anak-anak mereka; timbulnya permusuhan dan pertentangan di antara dua saudara sepupu, yaitu Kaurawa dan Pandawa; dan berhasilnya Pandawa memenangkan Dewi Draupadi, putri kerajaan Panchala, dalam suatu sayembara.
2.      Sabhaparwa (Buku Persidangan): melukiskan persidangan antara kedua putra mahkota Kaurawa dan Pandawa; kalahnya Yudhistira dalam permainan dadu, dan pembuangan Pandawa ke hutan.
3.      Wanaparwa (Buku Pengembaraan di Hutan): menceritakan kehidupan Pandawa dalam pengembaraan di hutan Kamyaka. Buku ini buku terpanjang; antara lain memuat episode kisah Nala dan Damayanti dan pokokpokok cerita Ramayana.
4.      Wirataparwa (Buku Pandawa di Negeri Wirata): mengisahkan kehidupan Pandawa dalam penyamaran selama setahun di Negeri Wirata, yaitu pada tahun ketiga belas masa pembuangan mereka.
5.      Udyogaparwa (Buku Usaha dan Persiapan): memuat usaha dan persiapan Kaurawa dan Pandawa untuk menghadapi perang besar di padang Kurukshetra.
6.      Bhismaparwa (Buku Mahasenapati Bhisma): menggambarkan bagaimana balatentara Kaurawa di bawah pimpinan Mahasenapati Bhisma bertempur melawan musuh-musuh mereka.
7.      Dronaparwa (Buku Mahasenapati Drona): menceritakan berbagai pertempuran, strategi dan taktik yang digunakan oleh balatentara Kaurawa di bawah pimpinan Mahasenapati Drona untuk melawan balatentara Pandawa.
8.      Karnaparwa (Buku Mahasenapati Karna): menceritakan peperangan di medan Kurukshetra ketika Karna menjadi mahasenapati balatentara Kaurawa sampai gugurnya Karna di tangan Arjuna.
9.      Salyaparwa (Buku Mahasenapati Salya): menceritakan bagaimana Salya sebagai mahasenapati balatentara Kaurawa yang terakhir memimpin pertempuran dan bagaimana Duryodhana terluka berat diserang musuhnya dan kemudian gugur.
10.  Sauptikaparwa (Buku Penyerbuan di Waktu Malam): menggambarkan penyerbuan dan pembakaran perkemahan Pandawa di malam hari oleh tiga kesatria Kaurawa.
11.  Striparwa (Buku Janda): menceritakan tentang banyaknya janda dari kedua belah pihak yang bersama dengan Dewi Gandhari, permaisuri Raja Dritarastra, berdukacita karena kematian suami-suami mereka di medan perang.
12.  Shantiparwa (Buku Kedamaian Jiwa): berisi ajaranajaran Bhisma kepada Yudhistira mengenai moral dan tugas kewajiban seorang raja dengan maksud untuk memberi ketenangan jiwa kepada kesatria itu dalam menghadapi kemusnahan bangsanya.
13.  Anusasanaparwa (Buku Ajaran): berisi lanjutan ajaran dan nasihat Bhisma kepada Yudhistira dan berpulangnya Bhisma ke surgaloka.
14.  Aswamedhikaparwa (Buku Aswamedha): menggambarkan jalannya upacara Aswamedha dan bagaimana Yudhistira dianugerahi gelar Maharaja Diraja.
15.  Asramaparwa (Buku Pertapaan): menampilkan kisah semadi Raja Dritarastra, Dewi Gandhari dan Dewi Kunti di hutan dan kebakaran hutan yang memusnahkan ketiga orang itu.
16.  Mausalaparwa (Buku Senjata Gada): menggambarkan kembalinya Balarama dan Krishna ke alam baka, tenggelamnya Negeri Dwaraka ke dasar samudera, dan musnahnya bangsa Yadawa karena mereka saling membunuh dengan senjata gada ajaib.
17.  Mahaprashthanikaparwa (Buku Perjalanan Suci): menceritakan bagaimana Yudhistira meninggalkan takhta kerajaan dan menyerahkan singgasananya kepada Parikeshit, cucu Arjuna, dan bagaimana Pandawa melakukan perjalanan suci ke puncak Himalaya untuk menghadap Batara Indra.
18.  Swargarohanaparwa (Buku Naik ke Surga): menceritakan bagaimana Yudhistira, Bhima, Arjuna, Nakula, Sahadewa dan Draupadi sampai di pintu gerbang surga, dan bagaimana ujian serta cobaan terakhir harus dihadapi Yudhistira sebelum ia memasuki surga.

Dilihat dari segi kesusastraan, epos Mahabharata memiliki sifat-sifat dramatis. Tokoh-tokohnya seolah-olah nyata karena perwatakan mereka digambarkan dengan sangat hidup, konflik antara aksi dan reaksi yang berkelanjutan akhirnya selalu mencapai penyelesaian dalam bentuk kebajikan yang harmonis. Nafsu melawan nafsu merupakan kritik terhadap hidup, kebiasaan, tatacara dan citacita yang berubah-ubah. Dasar-dasar moral, kewajiban dan kebenaran disampaikan secara tegas dan jelas dalam buku ini. Menurut Mahatma Gandhi, konflik abadi yang ada dalam jiwa kita diuraikan dan dicontohkan dengan sangat jelas dan membuat kita berpikir bahwa semua tindakan yang dilukiskan di dalam Mahabharata seolaholah benar-benar dilakukan oleh manusia.
Pentingnya epos Mahabharata dapat kita ketahui dari peranan yang telah dimainkannya dalam kehidupan manusia. Lima belas abad lamanya Mahabharata memainkan peranannya dan dalam bentuknya yang sekarang epos ini menyediakan kata-kata mutiara untuk persembahyangan dan meditasi; untuk drama dan hiburan; untuk sumber inspirasi penciptaan lukisan dan nyanyian, menyediakan imajinasi puitis untuk petuah-petuah dan impian-impian, dan menyajikan suatu pola kehidupan bagi manusia yang mendiami negeri-negeri yang terbentang dari Lembah Kashmir sampai Pulau Bali di negeri tropis.
Dalam kepercayaan Hindu, epos Mahabharata juga dikenal sebagai Weda yang kelima (pertama = Regweda, kedua = Samaweda, ketiga = Yayurweda, dan keempat = Atharwaweda), terutama karena memuat Bhagavadgita yang dipandang sebagai kitab suci oleh penganut agama Hindu. Ajaran-ajaran Bhisma kepada Pandawa yang termuat dalam Santiparwa dan Anusasanaparwa juga dianggap kitab suci.

Epos Mahabharata telah meletakkan doktrin dharma yang menyatakan bahwa kebenaran bukan hanya milik satu golongan dan bahwa ada banyak jalan serta cara untuk melihat atau mencapai kebenaran karena adanya toleransi. Epos Mahabharata mengajarkan bahwa kesejahteraan sosial harus ditujukan bagi seluruh dunia dan setiap orang harus berjuang untuk mewujudkannya tanpa mendahulukan kepentingan pribadi. Itulah dharma yang diungkapkan epos Mahabharata sebagai sumber kekayaan rohani atau dharmasastra.
Nah, Setelah membaca sedikit pendahuluandari kisah mahabharata , maka disini saya akan membagikan sebuah Ebook tentang kisah mahabharata. berikut linknya ada dibawah.


KLIK DISINI UNTUK MENDOWNLOAD

DASAR DASAR AGAMA HINDU - Makalah Catur Asrama

MAKALAH
CATUR ASRAMA




Penyusun:
KETUT SARPE ADI

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA JAKARTA

2016/2017




Atas asung wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa, dalam waktu yang singkat ini penyusun berusaha menyelesaikan sebuah makalah tentang “Catur Asrama” dan dengan selesainya makalah ini semoga dapat memberikan mamfaat dan inspirasi terhadap pembaca.
 Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
 Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.












                                                                                       Jakarta, 29 Oktober 2016


                                                                                             
 Penyusun
Agama Hindu memiliki kerangka dasar yang dapat dipergunakan oleh umat sebagai landasan untuk memahami,  mendalami, dan menagamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari -hari. Kerangka dasar tersebut terdiri dari tiga unsur yaitu Tattwa/filsafat,  susila/etika, danupacara/Ritual. Ketiga unsur kerangka dasar itu merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan. Untuk dapat memahami, mendalami,  dan mengamalkan ajaran Agama Hindu secara utuh dalam kehidupan sehari-hari maka setiap umat Hindu memiliki kewajiban menjadikan kerangka dasar sebagai pedoman. Dengan demikian, mereka dapat mewujutkan hidup dan kehidupan ini menjadi sejahtera dan bahagia Ethika merupakan ajaran perilaku atau perbuatan yang bersifat sistematis tentang perilaku (karma). Menurut kitab suci hendaknya selalu mengupayakan perilaku yang baik dengan sesamanya. Memerlakukan orang lain dengan baik sesungguhnya adalah sama dengan memperlakukan diri sendiri (Tattwamasi). Perilaku seperti itu selamanya patut diupayakan dan dilestarikandalam setiap tindakan kita sebagai manusia. Setiap individu hendaknya selalu berfikir dan bersikap profesional menurut guna dan karma.

1. Apa Itu Catur Asrama Dan Apa Saja Bagi-Bagianya?
2. Apa Contoh Penerapan Catur Asrama Pada Zaman Modern?

1. Menjelaskan Perngertian Catur Asrama Dan Pembagiannya
2. Mengetahui Contoh Penerapan Catur Asrama Pada Zaman Modern

                                                






Catur Asrama berasal dari dua kata yaitu “Catur” yang artinya empat dan “Asrama” artinya tahapan atau jenjang. Jadi Catur Asrama artinya empat jejang kehidupan yang harus dijalani dengan sungguh-sungguh untuk mencapai moksa. Atau Catur Asrama juga dapat diartikan sebagai empat tingkatan hidup manusia sebagai dasar keharmonisan hidup dimana pada tiap-tiap tingkatan hidup manusia yang diwarnai dengan adanya ciri-ciri tugas dan kewajiban yang berbeda pada setiap jenjangan tetapi memiliki kaitan dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan bagian lainnya.

Terdiri dari dua kata yaitu Brahma yang artinya ilmu pengetahuan dan Cari artinya tingkah laku dalam mencari atau menuntut ilmu. Brahmacari artinya tingkatan atau masa dimana manusia dalam usahanya menuntut ilmu pengetahuan. Dizaman yang sudah modern seperti ini manusia atau orang menuntut ilmu dilembaga pendidikan seperti sekolah dari jenjang Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi. Berbeda dengan dizaman dahulu seorang murid menuntut disebuah asrama dan itupun lokasinya jauh didalam hutan atau tempat sunyi. Adapun pada masa Brahmacari ini murid tidak boleh mengumbar hawa nafsu dan fokus untuk belajar saja.
Dalam kitab Nitisastra II, 1 masa menuntut ilmu pengetahuan adalah maksimal 20 tahun, dan seterusnya hendaknya kawin untuk mempertahankan keturunan dan generasi berikutnya.

Berikut ini kutipan Nitisastra sargah V1 dengan tembang Kusumawicitra:

            Taki-takining sewaka guna widya
            Smara – wisaya rwang puluh ing ayusya
            Tegah I tuwuh san-wacana gegon-ta
            Patilaring atmeng tanu paguroken
           
Artinya:
 Seorang pelajar wajib menuntut pengetahuan dan keutamaan.
            Jika Sudah berumur dua puluh tahun orang harus kawin.
            Jika sudah setengah tua, berpeganglah pada ucapan yang baik.
            Hanya tentang lepasnya nyawa kita mesti berguru.
           

Pentingnya Brahmacari Asrama, disebutkan dalam Atharvaveda sebagai berikut:

            Brahmacaryena tapasa, raja rastram vi raksati,acaryo brahmacaryena,
            brahmacarinam Icchate
            (Atharvaveda XI.5.17)

            Artinya:
            Seorang pemimpin dengan mengutamakan brahmacari dapat melindungi rakyatnya,
            Dan seorang guru yang melaksanakan brahmacari menjadikan siswanya orang yang
            Sempurna

            Sa dadhara prthivim divam ca
            Tasmin devah sammanaso bha vanti
            (Atharvaveda XI.5.1)  

            Artinya:
            Seorang yang melaksanakan brahmacari akan menjadi penompang kekuatan dunia;
            Tuhan (Hyang Widhi) bersemayam pada diri seorang brahmacari

            Brahmacari juga dikenal dengan istilah ” Asewaka guru / aguron-guron ” yang artinya guru membimbing siswanya dengan petunjuk kerohanian untuk memupuk ketajaman otak yang disebut dengan ” Oya sakti ” . Dalam masa brahmacari ini siswa dilarang mengumbar hawa nafsu sex ,karena akan mempengaruhi ketajaman otak.
Untuk masa menuntut ilmu, tidak ada batasnya umur, mengingat ilmu terus berkembang mengikuti waktu dan zaman . Maka pendidikan dilakukan seumur hidup.
Dalam kitab Silakrama , pendidikan seumur hidup dapat dibedakan menurut perilaku seksual dengan masa brahmacari.
Dalam masa Brahmacari ini ada tiga pilihan yaitu:
Artinya tidak menikah sepanjang hidupnya artinya dia tetap fokus untuk menuntut ilmu dan nanti akan menyebarkannya. Nah Sukla Brahmacari ini akan melewati jenjang Grhasta Asrama atau masa berumah tangga.
Contoh orang yang melaksanakan sukla brahmacari . Laksmana dalam cerita ramayana, bhisma dalam mahabarata, jarat karu dalam cerita adi parwa.
Artinya hanya menikah sekali saja dalam hidupnya apapun alasannya.
Artinya menikah lebih dari satu kali, maksimal empat kali dan itupun harus dapat izin dari istri misalnya karena istri tidak bisa memberikan keturunan atau istri sakit-sakitan
Adapun syarat tresna brahmacari adalah :
- Mendapat persetujuan dari istri pertama
-
Suami harus bersikap adil terhadap irtri-istrinya
-
Sebagai ayah harus adil terhadap anak dari istri-istrinya.

Jenjang yang kedua ini artinya masa berumah tangga, tahapan ini dilakukan dengan melaksanakan pernikahan, pada tahapan ini merupakan masa yang penting karena menunjang hal yang lainnya. Menikah merupakan tugas suci bagi umat Hindu. Istri merupakan partner dalam kehidupan dan seorang pria tidak bisa melakukan Yadnya tanpa Istri. Dalam masa inilah manusia akan dilimpahkan rezekinya dan harus mendapatkan harta dengan Dharma dan 1/10 hartanya diwajibkan untuk kepentingan amal atau dana punia. Dalam masa berumah tangga ini ada beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu melanjutkan keturunan atau membuat anak, membina rumah tangga artinya memberikan nafkah bagi anggota keluarga, bermasyarakat atau ikut serta dalam suka duka masyarakat atau mulai mebanjar dan melaksanakan Panca Yadnya.
Syarat-syarat perkawinan adalah :
-  Sehat jarmani dan rohani
-
 Hidup sudah mapan
-
 Saling cinta mencintai
-
 Mendapat persetujuan dari kedua pihak baik keluarga dan orang tua.
Sejak itu jenjang kehidupan baru masuk ke dalam anggota keluarga / anggota masyarakat. Menurut kitab Nitisastra. Masa grahasta yaitu 20 tahun.
Adapun tujuan grahasta adalah :
- Melanjutkan keturunan
-
Membina rumah tangga ( saling tolong menolong, sifat remaja dihilangkan, jangan bertengkar apalagi di depan anak-anak karena akan mempengaruhi perkembangan psikologis anak )
-
Melaksanakan panca yadnya ( sebagai seorang hindu )

Wanaprasta terdiri dari dua kata yaitu ” wana ” yang artinya pohon, kayu, hutan, semak belukar dan ” prasta ” yang artinya berjalan, berdoa. Pada masa ini dimana seorang sudah lepas dari semua kewajiban duniawi saat masih di masa Grhasta Asrama atau sudah pensiun dalam masa berumah tangga dengan segala kewajibannya karena untuk sanjutnya hal itu dilanjutkan oleh keturunan yang sudah melewati masa Brahmacari Asrama dan sedang dalam masa Grhasta Asrama. Pada masa Wanaprastha untuk saat ini mungkin tidak harus pegi ke hutan mungkin lebih pada mengendalikan diri dan melepaskan diri dari ikatan keduniawian, pada masa ini umur sudah tua dan sudah banyak menjalani dan pengalaman pahit manisnya hidup dan harus menjadi bijaksana untuk menapak ke masa berikutnya.

Manfaat menjalani jenjang wanaprasta dalam kehidupan ini antara lain :
a. Untuk mencapai ketenangan rohani.
adapun filsafat tentang itu :
- Orang menang, tidak pernah mengalahkan
-
Orang yang kaya karena tidak pernah merasa miskin

b. Manfaatkan sisi hidup di dunia untuk mengabdi kepada masyarakat.
c. Melepaskan segala keterikatan duniawi
Menurut kitab Nitisastra masa wanaprasta kurang lebih 50 – 60 tahun.

Kata Biksuka berasal dari kata Biksu yang merupakan sebutan pendeta Buda. Biksu artinya meminta-minta. Masa biksuka ialah tingkat kehidupan yang dilepaskan terutama ikatan duniawi, hanya mengabdikan diri kepada Tuhan ( Ida Sang Hyang Widhi Wasa ).
Merupakan tingkat kehidupan dimana pengaruh dunia sama sekali sudah dilepaskan. Pada masa ini lebih banyak untuk menyebarkan ilmu agama dengan menjadi seorang Guru atau Bhiksuka dan segala yang dilakukan adalah berserah kepada sang Pencipta untuk mencapai moksa yang merupakan tujuan akhir dari hidup seperti yang dijelaskan pada bagian akhir dari Catur Purusa Artha.
Ciri-ciri seorang biksuka :
a. Selalu melakukan tingkah laku yang baik dan bijaksana
b. Selalu memancarkan sifat-sifat yang menyebabkan orang lain bahagia.
c. Dapat menundukkan musuh-musuh nya seperti Sadripu
- Kama = nafsu
- Loba = tamak / rakus
- Kroda = marah
- Moha = bingung
- Mada = mabuk
- Matsyarya = iri hati






C. Penerapan Catur Asrama Pada Zaman Modern
            Pada saat ini, asrama tak dapat dihidupkan secara tepat sesuai dengan aturan rincian kuno, karena kondisinya telah banyak sekali berubah, tetapi dapat dihidupkan kembali dalam semangatnya, terhadap kemajuan yang besar dari kehidupan yang modern.
Kedamaian dan aturan akan berlaku dalam masyarakat , hanya apabila semua melaksanakan kewajiban masing – masing secara efektif. Penghapusan warna dan asrama akan memotong akar dari kewajiban social masyarakat. Bagaimana bangsa dapat mengharapkan untuk hidup bila warnasrama dharma tidak dilaksanakan secara tegar ?
Ø  Murid – murid sekolah dan perguruan tinggi seharusnya menjalani suatu kehidupan yang murni , sederhana serta focus pada mengejar ilmu pengetahuan stinggi-tingginya.
Ø Kepala rumah tangga seharusnya menjalani kehidupan sebuah grhasta yang ideal, ia seharusnya melaksanakan pengendalian diri, welas asih, toleransi, tidak merugikan, berlaku jujur,dan kewajaran dalam segala hal. Selain itu, dengan berbekal ilmu dan keterampilan yang memadai yang didapat pada masa brahmacari, seseorang diharapkan mendapat profesi menjanjikan sesuai dengan keahliannya atau bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Melalui media itu umat dapat mencari artha dan kama yang didasarkan atas dharma.
Ø Sementara pada saat menapaki kehidupan wanaprasta, umat sesungguhnya dituntun untuk mengasingkan diri dari hal-hal yang berbau keduniawian. Dulu, menapaki hidup wanaprasta umat pergi ke hutan untuk menyepikan diri. Tetapi dalam konteks sekarang, ”hutan belantara” itu berada di tengah-tengah kita. Agar umat mampu menghindari diri dari kobaran api hawa nafsu, yang memang memerlukan pengendalian diri.
Ø Pada tahapan bhiksuka atau sanyasin, umat sangat baik mendalami hal-hal yang bernuasa spiritual untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, dan diharapkan umat sudah harus mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu dan keinginan duniawi dan dapat menjauhkan diri dari sifat dan musuh yang ada dalam diri seperti sad ripu, sapta timira, sad atatayi, tri mala serta yang sejenisnya.








            Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Catur Asrama artinya empat jenjang kehidupan yang harus dijalani untuk mencapai moksa atau Catur Asrama adalah empat tingkatan hidup manusia sebagai dasar keharmonisan hidup dimana pada tiap-tiap tingkatan hidup manusia yang diwarnai dengan adanya ciri-ciri tugas dan kewajiban yang berbeda pada setiap jenjangan tetapi memiliki kaitan dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan bagian lainnya.
Bagi-bagiannya
1.      Brahmacari Asrama (Masa menuntut ilmu pengetahuan)
Ø  Sukla Brahmacari (Tidak menikah)
Ø  Sewala Brahmacari (Menikah Sekali)
Ø  Kresna Brahmacari (Menikah lebih dari sekali)
2.      Grhasta Asrama (Masa berumah tangga)
3.      Wanaprastha Asrama (Mengasingkan diri ke hutan)
4.      Bhiksuka/Sayasin (Bebas dari ikatan duniawi)












Kriana,Made.2015.”Pengertian Catur Asrama Dan Bagiannya”.http://www.akriko.com/2015/09/pengertian-catur-asrama-dan-bagiannya.html.Di akses pada Selasa,25 Oktober 2016

Supeksa, Ketut.2015.”Pengertian Dan Penjelasan Catur Asrama Dalam Hindu”.http://www.pecintaipa.info/2015/11/pengertian-dan-penjelasan-catur-asrama.html.Di akses pada Selasa 25 Oktober 2016

Fendi, Ajus.2013.”Catur Asrama”.http://belajaragamahindus.blogspot.co.id/p/catur-asrama.html.Di akses pada Selasa 25 Oktober 2016


Jutak, Joe.2014.”Brahmacari – Catur Asrama”.http://cakepane.blogspot.co.id/2014/12/brahmacari-catur-asrama.html.Di akses pada Sabtu, 29 Oktober 2016